Oleh: Hasan Ridwan
Akankah hidup itu menjadi indah jika berbagai kemewahan dunia sudah kita miliki? Akankah kenikmatan itu benar-benar dapat kita rasakan jika mempunyai pekerjaan terpandang, jabatan tinggi, gaji besar, fasilitas kantor yang serba lengkap, rumah mewah, mobil mewah, perhiasan mentereng, tabungan dan deposito melimpah? Akankah kita menjadi orang yang serba kekurangan ketika kita tidak memiliki satupun diantaranya? Mengapa kita menjadi sedemikian hina. Ketika dunia harus menjadi pelayan kita, mengapa kita malah mengemis-mengemis meminta dunia?
BUPA, 5 Desember 2007, Pkl. 13.50 – 15.04 BBWI
Akankah hidup itu menjadi indah jika berbagai kemewahan dunia sudah kita miliki? Akankah kenikmatan itu benar-benar dapat kita rasakan jika mempunyai pekerjaan terpandang, jabatan tinggi, gaji besar, fasilitas kantor yang serba lengkap, rumah mewah, mobil mewah, perhiasan mentereng, tabungan dan deposito melimpah? Akankah kita menjadi orang yang serba kekurangan ketika kita tidak memiliki satupun diantaranya? Mengapa kita menjadi sedemikian hina. Ketika dunia harus menjadi pelayan kita, mengapa kita malah mengemis-mengemis meminta dunia?
Sudah waktunya kita mengobati qalbu kita. Sekarang juga. Kita tidak boleh terlalu banyak “bermimpi”. Janganlah menipu diri sendiri. Berbagai kemewahan itu hanyalah fatamorgana. Tidaklah pantas, sungguh sangat tak pantas jika kita terus meratapi ketidakmampuan kita untuk memiliki dunia. Pernahkah berfikir bagaimana rasanya jika mata kita tidak bisa melihat? Seperti apa rasanya jika telinga kita tidak bisa mendengar? Apa yang akan terjadi seandainya organ pencernaan kita tidak sempurna? Bagaimana seandainya jika paru-paru kita mengalami gangguan? Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki tangan? Tidak memiliki kaki? Bagaimana jika jantung kita tidak berdetak? Bukankah saat ini kita masih bisa bernafas?
Kita sudah sering diingatkan: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sejatinya di balik kesulitan itu pasti terdapat jalan yang sangat mudah untuk meraih kemudahan. Kesulitan dan kemudahan tidaklah terjadi begitu saja. Allah SWT. telah mengaturnya sedemikian rupa. Keduanya harus kita tafakuri sebagai akibat dari perbuatan kita. Kesulitan adalah buah yang harus dipetik akibat kebodohan kita yang telah banyak membantah segala larangan-Nya. Dan kemudahan itu terjadi karena kita senantiasa istikomah menjalankan perintah-Nya. Semuanya pasti berproses.
Kita harus terus berjuang. Jangan kenal kata menyerah. Berjuang sendiri mungkin lebih susah. Berjama’ah semoga lebih mudah. Kita telah diberikan obat yang sangat ampuh agar dapat segera lepas dari fatamorgana kenikmatan dunia.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Banyaklah mengingat perusak kenikmatan – yaitu kematian”
Kita tidak boleh terlena. Perkuat benteng keimanan kita. Janganlah kita mendzalimi diri sendiri. Jangan kita jual akhirat kita dengan harga yang sangat murah. Kenikmatan dunia tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Hanya ketaqwaan kita lah yang akan mempermudah jalan untuk meraih kenikmatan sesungguhnya. Allah SWT. sudah berfirman dengan sangat jelas dalam surat An-Nisa:
“Katakanlah: Kenikmatan dunia sangat sedikit. Sedangkan akhirat lebih baik bagi orang yang bertaqwa. Dan kalian tidak akan didzalimi sedikitpun. Dimanapun berada, maut akan menjumpai kalian, walau berada di benteng yang kokoh”. (QS. An-Nisa: 78)
Tunggu apa lagi? Apa yang harus kita lakukan? Rejeki itu sudah seharusnya dicari. Persoalannya, bagaimana cara kita mencarinya? Alangkah rugi butakan hati. Sesungguhnya kita sudah sama-sama tahu: MANA YANG HAQ DAN MANA YANG BATHIL? Sungguh, penyesalan takkan pernah hadir lebih awal. Ajal kematian itu takkan pernah bisa ditawar. Meski dunia berhasil diraih, kematian itu pasti datang menjemput kita.
Allah SWT. telah berfirman:
“Setiap orang mempunyai ajal. Ketika datang ajal, tak dapat diakhirkan atau dimajukan”. (QS. Al-A’raf: 34)
Komentar