Oleh: Hasan Ridwan
Sungguh berat beban yang harus di pikul oleh seorang ulil amri (penguasa). Ketika setiap orang di antara kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap amal perbuatan kita, mereka pun harus menambahnya dengan apa yang sudah diperbuatnya pada periode kekuasaannya. Saya yakin, tidak ada satupun yang akan terlewatkan pada saat itu.
Bagi mereka yang tidak menjadi ulil amri tentu lebih mudah. Beban itu seharusnya menjadi lebih ringan. Hanya saja kebanyakan di antara kita selalu mendahului kehendak-Nya. Kita senantiasa khilaf, lidah ini memang tak bertulang, lisan pun rasanya mudah tergelincir. Para ulil amri yang memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik pun seakan tak pernah luput dari gunjingan. Sesungguhnya pada saat itu mereka sedang menantang marabahaya.
Ketika kita menggunjingkan para ulil amri apalagi sampai membantahnya maka sesungguhnya kita akan benar-benar berhadapan dengan Rasulullah Saw. dan Allah SWT.
Coba renungkan sabda Rasulullah Saw. melalui Bukhari Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
“Barang siapa yang menaatiku, berarti telah menaati Allah. Barang siapa yang mendurhakaiku, berarti telah mendurhakai Allah. Barang siapa yang menaati ulil amri, berarti telah menaatiku. Barang siapa yang mendurhakai ulil amri, berarti telah mendurhakaiku”.
Siapa yang berani berhadapan dengan Rasulullah Saw.? Dengan begitu anda pun berani berhadapan dengan Allah SWT.? Mari segera kita koreksi. Coba kendalikan diri kita. Buang berbagai kesombongan dunia yang kita miliki. Apakah harta, jabatan, gelar akademis, pangkat maupun berbagai gengsi dunia yang anda miliki benar-benar sudah cukup kuat untuk melawan Rasulullah Saw. dan Allah SWT.?
Kita telah diingatkan dan wajib hukumnya bagi kita untuk senantiasa taat kepada para ulil amri. Begitu pentingnya ketaatan tersebut, Rasulullah Saw. pun menyampaikannya dalam berbagai kondisi apapun.
Melalui Bukhari Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw. bersabda:
“Wajib atas kalian untuk mendengar dan taat (kepada ulil amri dalam kebaikan), baik berkaitan dengan hal yang sulit, hal yang mudah, hal yang disukai, hal yang tidak disukai, maupun ketika ulil amri melakukan praktek monopoli sekalipun”.
Semua sudah jelas. Dengan demikian untuk apa kita membantah para ulil amri? Dalam kondisi suka maupun tidak suka, sulit maupun mudah bahkan sampai terjadi praktek monopoli pun kita tetap harus taat.
Apalagi jika tidak terjadi pelanggaran terhadap keimanan kita. Ketika mereka tidak menyuruh kita untuk berbuat musyrik atau melakukan berbagai perbuatan lainnya yang melanggar ketentuan Allah SWT. kenapa kita harus membantah?
Rasulullah Saw. telah menyampaikan kabar gembira bagi kita semua. Jangan sampai kita membuang percuma tenaga kita untuk berbagai hal yang akan merugikan kita. Coba perhatikan sabda Rasulullah Saw. melalui Bukhari Muslim yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra:
“Sungguh kelak sepeninggalku akan ada perilaku monopoli (ulul amri) dan bentuk-bentuk pelanggaran yang kalian pasti tidak menyetujuinya. Para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, lantas apa yang engkau perintahkan kepada seseorang dari kami yang menemui masa seperti itu?’ Beliau menjawab: ‘Hendaklah kalian menunaikan kewajiban kalian (kepada ulil amri) dan kalian memohon kepada Allah apa yang menjadi hak kalian’”.
Mari kita laksanakan dengan ikhlas dan istiqomah apa yang seharusnya kita lakukan. Mari kita berlomba-lomba melaksanakan kewajiban kita. Jangan nodai ibadah kita. Jangan rintangi saat hisab nanti dengan egoisme yang berlebihan. Biarkan mereka bekerja sekuat tenaga. Mudahkan jalan mereka. Bukan kita yang berhak mengadili mereka.
Sampai dimanakah keimanan kita?
Allah SWT. telah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian…..” (QS. An-Nisaa : 59)
Bumi Panyawangan, 8 Juni 2007 Pkl. 20.00 - 21.58 BBWI
Komentar