Langsung ke konten utama

Rejeki & Kematian

Oleh: Hasan Ridwan

Akankah hidup itu menjadi indah jika berbagai kemewahan dunia sudah kita miliki? Akankah kenikmatan itu benar-benar dapat kita rasakan jika mempunyai pekerjaan terpandang, jabatan tinggi, gaji besar, fasilitas kantor yang serba lengkap, rumah mewah, mobil mewah, perhiasan mentereng, tabungan dan deposito melimpah? Akankah kita menjadi orang yang serba kekurangan ketika kita tidak memiliki satupun diantaranya? Mengapa kita menjadi sedemikian hina. Ketika dunia harus menjadi pelayan kita, mengapa kita malah mengemis-mengemis meminta dunia?

Sudah waktunya kita mengobati qalbu kita. Sekarang juga. Kita tidak boleh terlalu banyak “bermimpi”. Janganlah menipu diri sendiri. Berbagai kemewahan itu hanyalah fatamorgana. Tidaklah pantas, sungguh sangat tak pantas jika kita terus meratapi ketidakmampuan kita untuk memiliki dunia. Pernahkah berfikir bagaimana rasanya jika mata kita tidak bisa melihat? Seperti apa rasanya jika telinga kita tidak bisa mendengar? Apa yang akan terjadi seandainya organ pencernaan kita tidak sempurna? Bagaimana seandainya jika paru-paru kita mengalami gangguan? Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki tangan? Tidak memiliki kaki? Bagaimana jika jantung kita tidak berdetak? Bukankah saat ini kita masih bisa bernafas?

Kita sudah sering diingatkan: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sejatinya di balik kesulitan itu pasti terdapat jalan yang sangat mudah untuk meraih kemudahan. Kesulitan dan kemudahan tidaklah terjadi begitu saja. Allah SWT. telah mengaturnya sedemikian rupa. Keduanya harus kita tafakuri sebagai akibat dari perbuatan kita. Kesulitan adalah buah yang harus dipetik akibat kebodohan kita yang telah banyak membantah segala larangan-Nya. Dan kemudahan itu terjadi karena kita senantiasa istikomah menjalankan perintah-Nya. Semuanya pasti berproses.

Kita harus terus berjuang. Jangan kenal kata menyerah. Berjuang sendiri mungkin lebih susah. Berjama’ah semoga lebih mudah. Kita telah diberikan obat yang sangat ampuh agar dapat segera lepas dari fatamorgana kenikmatan dunia.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda:

“Banyaklah mengingat perusak kenikmatan – yaitu kematian”

Kita tidak boleh terlena. Perkuat benteng keimanan kita. Janganlah kita mendzalimi diri sendiri. Jangan kita jual akhirat kita dengan harga yang sangat murah. Kenikmatan dunia tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Hanya ketaqwaan kita lah yang akan mempermudah jalan untuk meraih kenikmatan sesungguhnya. Allah SWT. sudah berfirman dengan sangat jelas dalam surat An-Nisa:

“Katakanlah: Kenikmatan dunia sangat sedikit. Sedangkan akhirat lebih baik bagi orang yang bertaqwa. Dan kalian tidak akan didzalimi sedikitpun. Dimanapun berada, maut akan menjumpai kalian, walau berada di benteng yang kokoh”.
(QS. An-Nisa: 78)

Tunggu apa lagi? Apa yang harus kita lakukan? Rejeki itu sudah seharusnya dicari. Persoalannya, bagaimana cara kita mencarinya? Alangkah rugi butakan hati. Sesungguhnya kita sudah sama-sama tahu: MANA YANG HAQ DAN MANA YANG BATHIL? Sungguh, penyesalan takkan pernah hadir lebih awal. Ajal kematian itu takkan pernah bisa ditawar. Meski dunia berhasil diraih, kematian itu pasti datang menjemput kita.

Allah SWT. telah berfirman:

"Setiap orang mempunyai ajal. Ketika datang ajal, tak dapat diakhirkan atau dimajukan”. (QS. Al-A’raf: 34)

BUPA, 5 Desember 2007, Pkl. 13.50 – 15.04 BBWI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Membantah Ulil Amri?

Oleh: Hasan Ridwan Sungguh berat beban yang harus di pikul oleh seorang ulil amri ( penguasa ). Ketika setiap orang di antara kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap amal perbuatan kita, mereka pun harus menambahnya dengan apa yang sudah diperbuatnya pada periode kekuasaannya. Saya yakin, tidak ada satupun yang akan terlewatkan pada saat itu. Bagi mereka yang tidak menjadi ulil amri tentu lebih mudah. Beban itu seharusnya menjadi lebih ringan. Hanya saja kebanyakan di antara kita selalu mendahului kehendak-Nya. Kita senantiasa khilaf, lidah ini memang tak bertulang, lisan pun rasanya mudah tergelincir. Para ulil amri yang memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik pun seakan tak pernah luput dari gunjingan. Sesungguhnya pada saat itu mereka sedang menantang marabahaya. Ketika kita menggunjingkan para ulil amri apalagi sampai membantahnya maka sesungguhnya kita akan benar-benar berhadapan dengan Rasulullah Saw. dan Allah SWT. Coba renungkan sabd...

Maukah Terus Terpuruk?

Oleh: Hasan Ridwan Bagaimana ini? Kita masih terpuruk. Dengan apa kita bayar iuran bangunan dan iuran sekolah? Jajan anak sekolah? Bayaran listrik? Tunggakan telepon? Tunggakan iuran warga? Cicilan barang yang masih tersisa? Keperluan rumah tangga? Juga hutang-hutang yang belum dilunasi? Penghasilan pun tidak punya! Makan apa kita hari ini? Besok bagaimana? Allaahumma yaa Qoodiyal Haajaat. Yaa Tuhanku yang memenuhi segala kebutuhan. Hanya kepada Engkaulah kami berharap. Hanya Engkaulah sebaik-baik pengurus dan pemberi pertolongan. Allaahumma yaa Arhamar Roohimiin. Yaa Tuhanku yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mohon ampuni segala dosa dan kesalahan yang telah kami perbuat. Ampuni segala kesalahan kami kepada orang tua kami. Jangan jauhkan kami dari pintu rahmat-Mu. Jangan biarkan kami terbenam di dalam kesesatan yang nyata. Jauhkan segala kekhawatiran ini. Bebaskan kami dari belenggu kesusahan dunia. Mudahkan jalan kami untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Amien . ...

Apa Yang Kamu Cari? Sumber Penyesalan?

"Saya sebenarnya sudah coba di Jakarta. Tapi karena kepengurusan disana sudah ada dan sudah terisi semua, kebanyakan sih masih kerabat keluarga, maka saya akan coba di Bandung. Saya ingin aktif di kepengurusan Bandung", demikian yang saya tangkap dari saudara kita yang nampaknya sangat terobsesi. Subhanallah. Apa yang kau cari teman? Sampai sebegitu ambisiusnya! Kamu sengaja datang ke Bandung untuk "meminta jatah"? Kamu ingin tercatat sebagai pengurus di organisasi ini? Jika kuperhatikan, sejatinya kamu memang sangat ambisius. Meskipun kamu sudah tahu soal bakal kepengurusan yang lain, kamu seolah tidak peduli. Kamu masih bertanya soal banyak hal, apapun kau coba cari-cari. Siapa tahu memang ada peluang! Padahal kamu sudah tahu soal mekanisme organisasi. Semuanya sudah berjalan. Harusnya kamu bisa mengetahui itu. Harusnya kamu bisa menghargai itu. Bukankah kamu lebih paham soal organisasi? Mungkin mereka adalah nothing. Bakal kepengurusan yang ada sangat...